Studi Sosial-Politik: Negara-Pemerintahan-Demokrasi-Pemilu-Partai Politik-Konflik-Elit-dan Kebijakan Publik

BESARAN DAERAH PEMILIHAN

Oleh : Parlindungan Sihombing

BESARAN DAERAH PEMILIHAN -- Sebelumnya dalam tulisan Mendefenisikan Sistem Pemilu dijelaskan bahwa pembahasan tentang sistem pemilu tidak bisa lepas dari pembahasan tentang empat unsur mutlak sistem pemilu. Dan salah satu dari unsur mutlak sistem pemilu itu adalah ‘besaran daerah pemilihan.’

Tulisan ini akan membahas lebih jauh tentang ‘besaran daerah pemilihan’, pengertian, lingkup pembahasan, serta pilihan-pilihan yang tersedia bagi penerapan sebuah sistem pemilu.


Berbicara mengenai ‘besaran daerah pemilihan’ atau district magnitude sebenarnya kita tidak sedang berbicara mengenai besar-kecilnya wilayah pemilihan secara fisik atau teritorial. Tetapi pembahasan mengenai besaran daerah pemilihan adalah pembahasan tentang tiga hal sekaligus, yakni (a) Lingkup Daerah Pemilihan; (b) Prinsif yang mendasari alokasi kursikepada daerah pemilihan, dan (c) Jumlah kursi yang diperebutkan di setiap daerah pemilihan (dapil).

A. Lingkup Daerah Pemilihan

Lingkup daerah pemilihan secara sederhana adalah batasan kesatuan wilayah yang ditetapkan dengan dasar tertentu sebagai lokasi atau tempat berlangsungnya pemilihan oleh kelompok pemilih tertentu, untuk memilih lembaga perwakilan tertentu, dan dengan jumlah wakil yang tertentu.

Cara penetapan lingkup daerah pemilihan bisa berdasarkan (atau mengikuti) batas wilayah administrasi pemerintahan, bisa berdasarkan jumlah penduduk, atau bisa juga berdasarkan campuran dari keduanya.

Contoh penetapan lingkup dapil berdasarkan “wilayah administrasi pemerintahan” misalnya dengan menetapkan dapil untuk pemilu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota di Indonesia berturut-turut adalah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan. Artinya setiap kecamatan (tanpa melihat berapapun jumlah penduduknya) ditetapkan menjadi satu dapil untuk pemilu DPRD Kabupaten/Kota. Demikian seterusnya, setiap kabupaten/kota ditetapkan menjadi satu dapil untuk pemilu DPRD Provinsi, dan setiap provinsi menjadi satu dapil untuk pemilu DPR Nasional. Dalam kasus Indonesia, penetapan lingkup dapil untuk pemilu anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dapat digolongkan dalam kategori ini. Dimana setiap provinsi – tanpa melihat jumlah penduduknya – ditetapkan menjadi 1 dapil untuk pemilu DPD.

Sedangkan contoh penetapan lingkup dapil berdasarkan ”jumlah penduduk” misalnya dengan menetapkan 1 Dapil DPR Nasional = 500.000 penduduk. Artinya setiap 500.000 penduduk ditetapkan menjadi 1 daerah pemilihan untuk pemilu DPR. Di sini dapil ditetapkan murni berdasarkan jumlah penduduk, tanpa memperhatikan batas wilayah administratif.
 
Adapun penetapan lingkup dapil dengan sistem campuran adalah menetapkan sebuah dapil dengan mempertimbangkan baik jumlah penduduk maupun batas wilayah administratif. Contohnya adalah penetapan dapil di Indonesia untuk pemilu 2014. Dengan cara ini, satu wilayah administrasi misalnya, karena mempertimbangkan jumlah penduduk, bisa dipecah menjadi beberapa dapil. Atau sebaliknya, beberapa wilayah administratif dengan penduduk sedikit, digabung menjadi 1 dapil. Namun tidak seperti penetapan lingkup dapil murni berdasarkan jumlah penduduk, di sini faktor integrasi dan kesatuan wilayah administratif tetap menjadi pertimbangan dalam pembentukan dapil.

B. Prinsif yang Mendasari Alokasi Kursi

Selain soal “lingkup” dapil seperti dibahas di atas, pembahasan mengenai Besaran Daerah Pemilihan (district magnitude) juga membicarakan tentang prinsif yang mendasari pengalokasian kursi terhadap sebuah dapil. Misalnya, atas dasar apa kursi DPR dialokasikan kepada provinsi (atau atas dasar apa kursi DPD dialokasikan kepada setiap Provinsi).

Ada beberapa kemungkinan prinsif yang mendasari alokasi kursi terhadap sebuah dapil. Di antaranya adalah :
  • Prinsif kesetaraan keterwakilan antara warga negara
Dengan prinsif ini alokasi kursi terhadap dapil ditentukan berdasarkan prinsif kesetaraan keterwakilan di antara warga negara (equal representation). Di sini dikenal sebuah istilah yang sangat populer: One person-one vote-one value (OPOVOV), satu orang-satu suara-satu nilai. Berdasarkan prinsip ini, jumlah penduduk untuk setiap satu kursi DPR misalnya, harus sama atau relatif sama di seluruh provinsi. Indonesia saat ini termasuk negara yang menggunakan prinsif ini dalam alokasi kursi (kecuali untuk kursi DPD yang ditentukan berdasarkan prinsif kesetaraan keterwakilan antar wilayah).

  • Prinsif kesetaraan keterwakilan antar wilayah/daerah

Berbeda dengan sebelumnya, di sini alokasi kursi terhadap dapil ditentukan berdasarkan prinsif kesetaraan keterwakilan antar wilayah/daerah. Setiap wilayah/daerah mendapatkan alokasi kursi yang sama, tanpa memperhatikan jumlah penduduknya. Ini juga dianut oleh Indonesia khusus untuk alokasi kursi bagi anggota DPD, dimana masing-masing provinsi mendapatkan alokasi kursi DPD yang sama yakni 4 kursi. Negara-negara yang menganut sistem single-member constituency (1 dapil = 1 kursi) juga kebanyakan menggunakan prinsif ini.

  • Prinsif campuran (kesetaraan antar warga negara dan antar wilayah)

Prinsif yang ketiga ini adalah upaya untuk mengambil sisi-sisi positif dari kedua prinsif sebelumnya. Semacam kombinasi atau campuran dari kedua prinsif, yakni alokasi kursi dengan mempertimbangkan sekaligus baik kesetaraan keterwakilan di antara warga negara maupun kesetaraan keterwakilan (atau keberimbangan) antar wilayah/daerah.

Ini misalnya pernah diberlakukan di Indonesia, yakni di era Orde Baru. Di mana, nilai satu kursi DPR di Pulau Jawa waktu itu tidak sama dengan nilai satu kursi DPR di luar Pulau Jawa. Tetapi nilai satu kursi DPR antar sesama provinsi di luar Pulau Jawa sama atau relatif sama. Demikian juga nilai satu kursi antar sesama provinsi di Pulau Jawa. Selain itu, adanya ketentuan bahwa setiap daerah kabupaten (tanpa melihat berapapun penduduknya) wajib diwakili minimal oleh satu wakil di DPR RI. Ini dimaksudkan agar ketimpangan Jawa-Luar Jawa tidak terlalu mencolok di Lembaga Perwakilan (DPR), mengingat 65% penduduk Indonesia ada di Pulau Jawa saat itu. Bisa dibayangkan, bila murni menggunakan prinsif kesetaraan keterwakilan antar warga negara, maka komposisi kursi Jawa-Luar Jawa di DPR adalah 65 : 35. Dimana, Pulau Jawa yang hanya 5% dari luas wilayah Indonesia tapi mendominasi 65% lembaga perwakilan nasional.

C. Jumlah kursi yang diperebutkan di setiap dapil

Aspek pokok dalam pembahasan besaran daerah pemilihan sebetulnya terletak pada jumlah kursi yang diperebutkan di sebuah dapil. Dalam literatur pemilu ada beberapa pilihan model mengenai jumlah kursi yang diperebutkan di sebuah dapil:

(a) Single-member constituency = Satu (atau dua) kursi setiap dapil;
(b) Multi-member constituency = Banyak kursi setiap dapil.
(c) Campuran = Sebagian anggota legislatif dipilih dengan pola Single-member constituency (1-2 kursi per-dapil), dan sebagian anggota lainnya dipilih dengan pola Multi-member constituency (banyak kursi per-dapil).

Adapun dapil berkursi banyak selanjutnya masih dapat dibedakan atas tiga kategori berdasarkan besar-kecilnya jumlah kursi yang diperebutkan di masing-masing daerah pemilihan.

o   Pertama, multi-member ”Kecil” (yakni dapil dengan 3 - 6 kursi per dapil)
o   Kedua, multi-member ”Sedang” (yakni dapil dengan 7-10 kursi per dapil)
o   Ketiga, multi-member ”Besar” (yakni dapil dengan 11 atau lebih kursi per 
     dapil).

Sesuai kecocokannya, ketiga model dapil di atas lazimnya digunakan oleh sistem pemilu yang berbeda pula. Untuk jelasnya lihat tabel berikut :

Model Dapil
Sistem Pemilu
Single-member constituency
Mayoritarian atau First  Pass The Post (FPTP)
 Multi-member constituency
Perwakilan Berimbang atau Proporsional (PR)
Campuran
Mix Member Proportional (MMP)

Single-member constituency diadopsi dan menjadi model dapil yang digunakan oleh sistem pemilu mayoritarian atau First  Pass The Post (FPTP); Multi-member constituency digunakan oleh sistem pemilu Perwakilan Berimbang atau Proporsional (PR); dan dapil Campuranditerapkan oleh sistem pemilu Mix Member Proportional (MMP).

*****
0 Komentar untuk "BESARAN DAERAH PEMILIHAN"

Back To Top